Jumat, 21 Mei 2010
PILKADA DALAM ANALISIS MARKETING UNTUNG RUGI
, 2008 in Political Marketing
Tidak dipungkiri bahwa Pilkada adalah suatu pristiwa politik, namun proses dan hasil Pilkada dapat pula dicapai melalui analisis mekanisme pasar dan pendekatan makro-mikro ekonomi. Mensukseskan Pilkada (KPUD) dan memenangkan Pilkada (kandidat Gubernur/Bupati/Walikota) membutuhkan analisis untung rugi dan kalkulasi ekonomi yang akurat yakni bagaimana mengurangi resiko-biaya sosio-ekonomi dan sosio-politik. Efisiensi penting dalam berbagai bidang baik dalam pelaksanaan Pilkada (KPU/Desk Pilkada) maupun cara memenangkan Pilkada (kandidat/ koalisi/non koalisi partai pendukung). Tim sukses kandidat Pilkada seharusnya berpikir strategik-efisien bagaimana mengurangi resiko dan meningkatkan keuntungan/manfaat (”to minimize risks and to maximizize profits”). Hal ini diperlukan agar Pilkada dapat dilaksanakan secara efisien bukan sekedar efektif dengan mengurangi beban (”economic burdens”) dibandingkan dengan manfaat politik (”political benefits”). Dua kerugian dan kemubaziran yang timbul pertama pelaksanaan Pilkada tidak dijalankan dengan efisien dan yang kedua biaya ekonomi dan ongkos politik dari kandidat Gubernur/Bupati/ Walikota akan semakin besar.
Efisiensi Pilkada baik secara institusional (beban anggaran KPUD/Desk Pilkada) maupun personal (dana kampanye dan sosialisasi Kandidat) baru dapat dicapai apabila proses dan hasil yang diterima di Pilkada (”political process and outputs”) menjadi bahagian yang tidak terpisahkan dari suatu proses produksi ekonomi (”economic process and commercial products”). Oleh karenanya yang dibutuhkan oleh kandidat adalah adanya tim sukses yang mampu mensimultankan antara keuntungan socio-politik dengan biaya ekonomi yang dikeluarkan. Namun demikian, pada akhirnya demi kemenangan sebagai tujuan akhir kandidat sering faktor efisiensi/berdayaguna menjadi prioritas kedua yang penting berhasilguna/efektif memenangkan Pilkada bahkan adakalanya dengan cara apapun atau menghalalkan semua cara.
Ketokohan dan Strategi Marketing Politik
Sebagai bahagian dari proses ”politico-economicizing” telah terjadi pergeseran pola manajemen politik dari dominasi institutional (Pemerintah dan Partai Politik) ke ”consumer oriented” yakni kekuatan massa (”people power”) melalui partisipasi sosial. Masyarakat sebagai konsumen politik akan membeli produk politik yang dianggap menguntungkan. Memilih kandidat sama dengan membeli barang. Oleh karenanya, promosi, sosialisasi dan ”uji petik” kandidat yang akan dipilih sama dengan barang yang akan dipakai. Di sini kualitas kandidat menjadi faktor utama, dan pentingnya ketokohan dan panutan. Ketokohan yang dapat membaca maunya pemilih (”mind reading”), beremphati dengan menunjukkan simpati kepada pemilih potensial dan pendukung emosional. Ketokohan juga diwujudkan pada pola pikir kewajaran dengan memperlakukan massa pendukung dan penentang kita secara proporsional. dan berkemampuan membangun dialog interaktif dengan cara lebih banyak mendengar apa mahunya konstituan. Apabila mampu membangun suasana dialogis yang berkesinambungan, maka kandidat akan mampu menangkap peluang “pasar pemilih potensial” yang di hari “H” akan menjadi pemilih efektif. Adalah wajar jika kandidat menggunakan berbagai cara untuk membuka akses pada sumber daya politik berupa pusat informasi (”information desk”) bagi yang mempromosikan kandidat yang dijalankan oleh tim sukses. Terbentuknya berbagai “center, club, front aksi,” yang dibangun dan disponsori oleh kandidat merupakan upaya-upaya mencari cara dan format yang tepat sehingga melalui R & D (”Research and Development”) ini diharapkan dapat menghasilkan data akurat tentang pemetaan politik diri dan lawan. Dalam konteks seperti ini faktor partai pendukung menjadi ”essential but not enough” yakni penting tetapi tidak cukup menjamin, karena ketokohan kandidat akan menentukan karena yang dijual bukan partai tetapi kandidat. Memang Pilkada berindikasi mengiring proses rekrutmen pimpinan politik ke kedaulatan rakyat secara langsung (direct democracy) bukan melalui perpanjangan partai yang dalam kamus politik dikenal ”kedaulatan partai” (partycracy).
Mengedepankan visi dan misi yang marketable, merupakan koridor tuntutan yang akan dicapai dalam upaya menarik hati pemilih sebagai kustomer. Untuk itu diperlukan memfokuskan pengalokasi potensi sumber suara pendukung politik dengan strategi membangun image kandidat. Berbagai potensi kandidat dipasarkan dengan menggunakan “merek” yang mudah dikenal (”marketable branding”) yang melekat/inherent pada diri kandidat. Keunggulan kandidat menjadi produk yang mudah dijual (”saleable candidate”) melalui sarana promosi, memanfaatkan berbagai sarana (”political market places”). Sebahagian kandidat ada yang melakukukan riset pasar untuk mencari kantong-kantong pendukung tradisional/basis massa loyal dan pendukung potensial/basis massa rasional.
Menjual Kandidat sebagai Politik Kewirausahaan
”Political entrepreneurship” memang agak aneh di dengar mengingat konsep politik lebih ke ”cost centered” sedangkan entreperenur cenderung ke ”profit centered”. Koneksi politik dengan membangun ”political networking” melalui pendekatan analisis ekonomi sebagai basis ”political marketing” sangat penting. Mendongkrak popularitas kandidat ke tataran atas (”political elites”)-suprastruktur politik dan bawah (”political grassroot”)-infrastruktur politik dalam sistem politik sangat diperlukan. ”Customer-driven politics” yakni menempatkan konstituan adalah raja akan mudah untuk mengidentifikasi platform pemasaran kandidat dalam tataran politik massa, potensi suara yang diplot yang dapat memberikan kontribusi positif pada pemenangan pemilih. Membangun daya saing politik diperlukan sekaligus sebagai sarana (”market place”) memasarkan kapabilitas kepemimpinannya ke pemilih yang mereka bidik (target group) dengan berbagai desain politik sesuai dengan kondisi dan ekspektasi/harapan pemilih.
Pilkada sebagai suatu proses transaksi ”political trading” dalam jangka panjang dapat dikategorikan sebagai “political investment”. Agar tidak terjadi kolaborasi kohesif-negatif antara pemilih dengan kandidat setelah kemenangan dicapai yang akan syarat dengan politik balas budi (”rewarding politics”) dan berpotensi KKN, maka dibutuhkan adanya ”accountable politics:- yakni ethika politik yang diinstitusionalisasikan dengan kekuatan hukum positif bersangsi (”law enforcement”). Jika tidak terbangun moral politik yang baik dan benar, maka sukses Pilkada hanya dalam pelaksanaan Pilkada (3 bulan) akan tetapi tidak menghasilkan pemimpin yang sukses membangun paska Pilkada (5 tahun). Jadi Pilkada bukan ditujukan hanya mendukung kondusifnya iklim politik jangka pendek dengan melihat Pilkada berjalan dengan aman, ternyata dapat kita lihat amannya Pemilu dan Pemilihan Presiden 2004 masih menyisakan kasus hukum di KPU dan berbagai hambatan struktural lainnya.
Paska Pilkada yang perlu dibangun adalah ”memagari” Gubernur/Bupati/ Walikota terpilih dengan pagar hukum sehingga arah pembangunan sesuai dengan koridor hukum positif dan tujuan moral sosial. Kandidat terpilih diharapkan mampu membangun hubungan dengan konstituan dalam jangka panjang dengan jaringan berskala trans-lokal. Sangat memungkinkan apabila sukses menjadi Bupati/Walikota atas dukungan masyarakat dapat mempersiapkan diri untuk mengabdi di tugas-tugas lebih besar. Seorang Walikota/Bupati yang sukses (memimpin dengan baik, dan mengelola administrasi dengan benar) maka akan mempermudah membangun political marketing untuk masuk ke bursa balon Gubernur bahkan menjadi Menteri.
Antagonistik politik “Black Campaigns”
Kandidat perlu memahami kondisi sosial sekarang untuk tujuan pemetaan dukungan dimasa mendatang. Analisis kondisi internal kandidat dan situasi ekternal diperlukan melalui input data socio-politik yang mampu memetakan basis massa secara politik (“politically demographic mapping”). Analisis pesaing kandidat dan analisis basis pendukung cukup berpengaruh karena memetakan lawan sebagai “political competitors” jangan dilihat dari sisi negative tetapi ambil substansi positif. Hal ini diperlukan agar para “petarung politik” adalah mereka yang super-kualifai yakni pertarungan antara kandidat dari kategori terbaik dari yang terbaik (“the best of the best”).
Bukan hanya di sisi hukum para kandidat berhak karena telah mengikuti prosedural dan memenuhi persyaratan, akan tetapi yang lebih penting adalah karena mereka merupakan hasil proses seleksi (memilah dan memilih) dari berbagai bakal calon yang terbaik diantara sesamanya (“primus inter-pares”). Partai boleh mengabaikan kandidat potensial yang tidak terfasilitasi karena berbagai persyaratan dan kepentingan internal partai yang mungkin tidak mampu dipenuhi oleh kandidat potensial. Namun mereka bisa muncul menjadi calon independen-non partai. Calon independen dapat meraih simpati dari kalangan pemilih non partisan yang cukup signifikan termasuk dari golongan putih (Golput). Mereka dapat dari kalangan antipati partai karena kecewa dengan kepengurusan yang ada dan sebagai akibat karena program partai yang sloganis-bombatis di saat Pemilu tetapi tidak terealisasikan. Belum lagi pola-pola sikap dan prilaku kader partai yang duduk di lembaga legislatif yang mungkin tidak sejalan dengan keinginan massa pemilih.
Adalah sangat disayangi jika ada kecurangan dan upaya-upaya untuk berbuat dengan segala cara meskipun melanggar koridor hukum dan ethika berpolitik yang sehat hanya sekedar untuk menang. Padahal bagi kandidat yang menang, sesungguhnya secara politik populis telah mendapatkan kedekatan hati dengan rakyat yang mungkin telah terbangun cukup lama. Kandidat yang kalah harus berani menempatkan dirinya sebagai figur lapis dua dan phenomena kekalahan adalah tidak lebih dari ”kemenangan yang tertunda” dari hasil yang telah ditetapkan oleh pemilih yang sesungguhhnya telah mereka tempatkan sebagai “political customers” tadi.
Namun adakalanya cara-cara non-elegen dan ”kampungan” diterapkan oleh kandidat yang sesungguhnya berpotensi untuk kalah, dan berpeluang kecil untuk mengalahkan lawan politiknya. Kita sangat familiar dengan jargon politik ”black campaigns” yang sesungguhnya bersifat antagonistik dan justru bisa meningkatkan rating popularitas orang yang diblack-campaingkan. Cara kotor ini menjadi stigma atau noda dalam proses politik yang demokratis. Secara teoritis kampanye negatif hanya menghasilkan reaksi positif bagi orang yang dikampanye-negatifkan karena secara otomatis ”si objek” memperoleh nilai tambah dalam kampanye tak langsung (”indirect campaign”) atas dirinya. ,Mereka dapat dikategorikan sebagai orang yang dianiaya dan teraniaya. Teori “look glass-self” yang berarti ”saya adalah apa yang orang lain lihat/pikirkan” terwujud di sini. Mereka yang mengkampanyekan negatif terhadap lawan politiknya dalam teori ini sesungguhhnya telah mengkampanyekan sifat negatif atas dirinya sendiri di hadapan publik atau justru lebih banyak menceritakan sisi buruk dirinya sendiri dibandingkan lawannya. Permasalahannya, banyak kampanye negatif hanya muncul dalam bentuk informasi tampa mengetahui sumber pengirimnya, namun arahnya jelas ditujukan untuk mengecilkan seseorang agar orang lain yang didukungnya menjadi besar, kuat dan menang. Perlu dipahami bahwa sangat kecil kemenangan dicapai melaui cara-cara seperti ini.
Politik lokal Bermulti-dimensi
Memang secara politik praktis, Pilkada Propinsi Kepulauan Riau termasuk Batam dilaksanakan di tingkat lokal, tetapi mengingat ”sifat lokalitas Kepri dan Batam yang sudah ”go international”, maka aroma dan dinamika politik provinsial dan lokal juga akan berimplikasi pada efek global. Jadi Pilkada di Kepri dan Batam jangan dianggap enteng hanya sebagai suatu proses politik reguler dan rutin karena ia akan berdampak pada ekonomi kosmopolitan yang telah dikembangkan. Secara geo-politik perlu disadari bahwa kamajuan ekonomi lokal di Kota Batam saat ini sudah mengalami internasionalisasi ke tataran pasar global. Adalah wajar apabila Pemerintah Singapura dan Kerajaan Negeri Johor-Malaysia bahkan dunia politik internasional juga mengamati phenomena politik dan proses pemantangan pesta demokrasi di Indonesia ini khususnya yang terjadi di wilayah perbatasan negara mereka.
Jadi bahwa Pilkada bukan hanya suatu proses politik sesaat dan setempat. Dalam dimensi waktu dan tempat jawabannya adalah ”ya/benar” bahwa Pilkada insya Allah sukses dilaksanakan di Propinsi Kepulauan Riau/Kabupaten/Kota di wilayahnya, dan sukses dilaksanakan tepat waktu. Namun dari sisi efek pada tataran ekonomi yang lebih luas dan politik yang mendalam masih perlu dipertanyakan. Sukses Pilkada bukan sekedar mampu melaksanakan berbagai tahapan sesuai dengan proses dan prosedural sebagaimana yang dipersyaratkan tetapi mampu menghasilkan pemimpin yang dapat mengisi makna dan maksud kenapa Pilkada dengan dana milyaran rupiah itu dibutuhkan.
Dalam perspektif politik moderen, adalah hal yang wajar dan normal jika memasukkan proses Pilkada pada analisis ”costs and benefits” yang menjadi konsep kunci untuk menemukan model yang sehat dan akurat serta bermanfaat dalam menentukan satu pilihan dari berbagai alternatif yang dianggap terbaik. Dalam kaitan ini, perlu dicermati sekali lagi bahwa Pilkada bukan semata-mata peristiwa politik, tetapi sudah masuk ke dimensi ekonomi dan dimensi-dimensi lainnya.
Konsekwensi logis dari institusionalisasi Pilkada ke dalam transaksi ekonomi, maka yang diperlukan adalah adanya penerapan prinsip-prinsip political management model yang moderen, terbuka, akuntabel, termasuk didalamnya adanya ”marketing strategy” yang efektif dan lagi efisien. Hanya dengan cara inilah, pemborosan di tingkat kelembagaan (KPUD/Desk Pilkada) dapat ditekan dan pemubaziran dana oleh kandidat dapat diantisipasi. Perlu ditekankan bahwa Pilkada adalah hanya sebuah sarana dan wacana untuk mencapai tujuan, dan bukan tujuan itu sendiri. Kenapa kita harus habis-habisan, sampai kita harus kehabisan kehal-hal yang tidak habis-habisnya? Semoga.
Tulisan ini dikutip dari H. SYAMSUL BAHRUM, Ph.D Web, Sabtu, 17 May 2008
KAJIAN POLITIK DALAM MENGENGGAM KEMENANGAN DALAM PILKADA
komunikasi politik kajian pilkada Jambi “STRATEGI TIM SUKSES EFISIEN & EFEKTIF”
LATAR BELAKANG.
Tidak dipungkiri bahwa Pilkada Jambi adalah suatu pristiwa politik, namun proses dan hasil Pilkada Jambi dapat pula dicapai melalui analisis mekanisme pasar dan pendekatan makro-mikro ekonomi. Mensukseskan Pilkada (KPUD) Jambi dan memenangkan Pilkada (kandidat Gubernur Jambi) membutuhkan analisis untung rugi dan kalkulasi ekonomi yang akurat yakni bagaimana mengurangi resiko-biaya sosio-ekonomi dan sosio-politik. Efisiensi penting dalam berbagai bidang baik dalam pelaksanaan Pilkada Jambi(KPU/Desk Pilkada) maupun cara memenangkan Pilkada (kandidat/ koalisi/non koalisi partai pendukung). Tim sukses kandidat Pilkada seharusnya berpikir strategik-efisien bagaimana mengurangi resiko dan meningkatkan keuntungan/manfaat (”to minimize risks and to maximizize profits”). Hal ini diperlukan agar Pilkada dapat dilaksanakan secara efisien bukan sekedar efektif dengan mengurangi beban (”economic burdens”) dibandingkan dengan manfaat politik (”political benefits”). Dua kerugian dan kemubaziran yang timbul pertama pelaksanaan Pilkada Jambi tidak dijalankan dengan efisien dan yang kedua biaya ekonomi dan ongkos politik dari kandidat Gubernur Jambi akan semakin besar.
Pilkada Jambi adalah proses demokrasi yang dapat diukur, dikalkulasi, dan diprediksi dalam proses maupun hasilnya.
Survei merupakan salah satu pendekatan penting dan lazim dilakukan untuk mengukur, mengkalkulasi, dan memprediksi bagaimana proses dan hasil pilkada Jambi yang akan berlangsung, terutama menyangkut peluang kandidat ZULFIKAR ACHMAD-AMI TAHER. Sudah masanya meraih kemenangan dalam pilkada Jambi berdasarkan data empirik, ilmiah, terukur, dan dapat diuji.
Sebagai salah satu aspek penting strategi pemenangan kandidat ZULFIKAR ACHMAD-AMI TAHER, survei bermanfaat untuk melakukan pemetaan kekuatan politik. Dalam hal ini, tim sukses semestinya membuat survei untuk: (1) memetakan posisi kandidat di mata masyarakat; (2) memetakan keinginan pemilih; (3) mendefinisikan mesin politik yang paling efektif digunakan sebagai vote getter; serta ( 4) mengetahui media yang paling efektif untuk kampanye Yaitu INTERNET: FACEBOOK, BLOG dan WEB.
Tim sukses harus mengandalkan survey untuk menentukan strategi pemenangan kandidat.
Untuk mengetahui bagaimana peta/sebaran dukungan dan preferensi pemilih terhadap ZULFIKAR ACHMAD-AMI TAHER berdasarkan aspek: wilayah, usia, jenis kelamin, pekerjaan, agama, afiliasi keagamaan dan organisasi sosial, serta tingkat sosial-ekonomi.
Untuk mengetahui bagaimana tingkat popularitas ZULFIKAR ACHMAD-AMI TAHER di masyarakat, baik pada masa pra-kampanye maupun pada masa kampanye menjelang pemilihan.
Melalui survei, tim sukses akan dapat memperkirakan seberapa besar dana yang diperlukan untuk membiayai kampanye.
Melalui survei tim sukses dapat mengemas pencitraan ZULFIKAR ACHMAD-AMI TAHER sesuai dengan ideal yang diharapkan pemilih dan dapat menggunakan media kampanye yang tepat.
Untuk mengidentifikasi isu-isu strategis yang berkembang di masyarakat sebagai bahan kampanye kandidat dan dapat menyusun program kampanye sesuai kehendak pemilih.
Untuk mengetahui besaran peluang atau probabilitas menang ZULFIKAR ACHMAD-AMI TAHER dalam pilkada Jambi.
Sarana ”sosialisasi” kandidat kepada masyarakat.
Survei perlu diadakan minimal 3 kali sebelum hari H pilkada dilakukan
Survei pertama, sebaiknya dilakukan secepat mungkin. Sebab ZULFIKAR ACHMAD-AMI TAHER yang tahu situasi lebih cepat memiliki kemungkinan menang lebih besar. Survei pertama ini digunakan untuk mengukur modal dasar yang dimiliki kandidat dan mengukur harapan masa pemilih. Survei pertama dipakai sebagai dasar pencitraan kandidat, dan strategi pemasaran dan pemenangan ZULFIKAR ACHMAD-AMI TAHER.
Survei kedua diadakan 3-2 bulan setelah tim sukses bergerak memasarkan ZULFIKAR-AMI (berkampanye). Survei ini digunakan untuk mengetahui seberapa efektif strategi kampanye yang telah dilakukan.
Survei ketiga diadakan pada saat pelaksanaan kampanye pilkada Jambi. Survei ini digunakan untuk mengetahui seberapa efektif strategi kampanye dan upaya pemenangan yang telah dijalankan. Juga untuk menilai berapa kira-kira perolehan suara ZULFIKAR ACHMAD-AMI TAHER dalam pilkada Jambi nanti.
Singkatan Nama ZA-AMI
Orang Jambi lebih cepat mengenal kata atau merek yang terdiri dari dua suku kata. Mirip dengan strategi pembuatan merek yang menganjurkan menggunakan kata sederhana agar mudah diingat, mudah dibaca dan ditulis.
Lantas bagaimana dengan merek yang menggunakan lebih dari dua suku kata? Tentu saja tetap bisa sukses dipasar dengan menggunakan berbagai strategi. Yang pasti effort dan waktu yang digunakan akan berbeda. Sebagai contoh,Zulfikar Achmad Disingkat ZA,Ami Taher Disingkat AMI
Beberapa merek yang panjang menggunakan strategi singkatan agar lebih mudah dikenali dan diingat. Bupati Muaro Bungo Zulfikar Achmad Disingkat ZA,Ami Taher disingkat AMI Jadinya perpaduan namanya disingkat dengan ZA-AMI, Jambi Prima Mall disingkat JPM, PT. Telekomunikasi Indonesia dikenal dengan TELKOM, Excelcomindo disingkat XL, dan lain sebagainya.
Tim Sukses ZULFIKAR-AMI telah memikirkan berbagai strategi untuk menguasai calon pemilih. Termasuk strategi pemilihan singkatan bagi nama ZA-AMI untuk menjadi materi promosi. Konsep memasarkan ZA-AMI adalah personal branding strategy. Karena nama ZA-AMI juga sama dengan merek. Sehingga menjadi penting untuk mempelajari dan meng-implementasi-kan konsep personal branding ini. Perlu diingat bahwa dalam pemasaran, tiada lain bertujuan menciptakan persepsi terhadap merek untuk masuk ke benak pasar (mind share) hingga menguasai hati pemilih (heart share).
Mengapa heart share? Karena para pemilih kita adalah pasar yang rasional dan akan bertindak sesuai dengan hati nuraninya Kecuali Yang Tradisional Yang memiliki satu-satunya wakil Seperti Kerinci Yang Memiliki AMI TAHER.
Imformasi Internet
Pembahasan sekelumit tentang Teknologi Internet terhadap sebuah kekuatan politik, khususnya tentang kampanye. Bisa jadi, hal ini bukan sesuatu yang baru. Pasalnya, pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 1944 saja, Franklin D Roosevelt telah menggunakan teknologi yang cangih pada jamannya, yakni Radio, sebagai sarana untuk mensukseskan pemilihannya.
Sementara sekarang Internet sudah merambah Rata kepelosok Jambi Terutama untuk pemilih Pemula.Internet Sebagai Teknologi tercanggih sekarang ini sangat sayang jika tidak di gunakan dan ALHAMDULLILLAH ZA-AMI Sudah lama memakainya.
Saat ini berbagai inovasi dalam berkampanye sudah dilakukan. Berbagai strategi kampanye yang ada di Pilkada Jambi sudah dicoba diterjemahkan dan diimplementasikan oleh ZA-AMI di Jambi ini. ZULFIKAR-AMI telah menggabungkan dan membangun sejumlah perangkat kampanye menjadi satu kesatuan. Melakukan sinergi antara item dan strategi kampanye modern dan tradisional sehingga terbentuk sistem yang cantik dan cerdas. Yang Menjadi kekuatan perjuangan. Item kampanye konvensional. Seperti kaos, spanduk, baliho, stiker, dan lain-lain. Sesuatu yang diharapkan untuk menggairah kan para pemilih berbondong-bondong menuju bilik suara memilih ZA-AMI.
Jumlah daftar pemilih bagi kandidat Gubenur Jambi tentu merupakan data yang sangat penting. Dari data inilah nantinya bisa dijadikan informasi. Dan dari informasi yang ada akan dibuat sebuah pemetaan. Yakni peta untuk mengetahui:
- yang menjadi kekuatan/pendukungnya ZA-AMI
- yang kontra
- yang abstain
- yang mengambang
- yang ragu
- Dan lain-lain.
Pemanfaatan Internet, SMS, Call Centre, Radio daerah, Koran daerah merupakan langkah awal untuk bisa menjaring loyalis, mengenalkan sang kandidat sekaligus melakukan pemetaan awal. Untuk FACEBOOK, khususnya di daerah yang penetrasi INTERNETnya sudah relatif tinggi, dengan melakukan Pendekatan sistem Group dalam Internet bisa membuat kedekatan antara kandidat dan pemilihnya (dengan tema yang mengarah pada sang kandidat, tanpa melakukan black campaign) yang berhadiah menarik,Sayang Hadiah ini tidak di lakukan di Jambi, tentu data yang masuk menjadi point tersendiri bagi sang kandidat. Data inilah yang harus diolah menjadi informasi yang bisa merebut hati dan pikiran calon pemilih. Ini pula peluang/kesempatan sang kandidat untuk bisa menjadikan pertemuan maya menjadi pertemuan nyata.
Interaksi Kandidat dengan pemilih sebenarnya Jauh Lebih mudah dan murah dengan FACEBOOK.
Dengan mencermati aturan yang ada, tanpa melanggar ketentuan, bagaimana caranya Ber FACEBOOK ( CHATTING ) dilakukan dengan pesan-pesan yang memikat calon pemilih. Atau dengan kata lain mulai melakukan soft campaign. Group Di FACEBOOK merupakan aset mahal bagi sang kandidat. Begitupun saat kampanye berlangsung, dibukanya kran untuk menyampaikan kritik, saran dan pendapat dari pemilih dan bagaimana sang kandidat bisa menanggapi secara simpatik merupakan bagian dari strategi kampanye yang perlu di cermati.
Bagi kandidat, penerapan INTERNET dalam masa pra kampanye dan saat kampanye, bahkan saat perhitungan suara (yang dilakukan oleh tim sukses dan loyalis) untuk menjaga akuntabilitas KPUD tentu merupakan point plus tersendiri. Dibukanya kran kritik, akan memberikan image terhadap ZA-AMI bahwa dirinya siap dikritik dan siap mendengarkan. Sementara masukan/data masyarakat berupa kritik dan lainnya dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan kualitas kampanye. Memang benar, penetrasi INTERNET tidaklah besar dibandingkan jumlah pemilih, Namun efek domino terhadap lingkungan sekitar inilah yang diharapkan mampu mendongkrak popularitas ZULFIKAR-AMI yang pada akhirnya memilih ZULFIKAR-AMI.
Lagi-lagi ini adalah cara jitu menangkap Calon potensial dalam melakukan pemetaan. Sehingga bisa diketahui mana yang harus konsentrasi kampanyenya lebih besar, mana yang tidak.
Begitupun dengan pemanfaatan teknologi call centre. Dengan dibukanya akses telepon gratis/bebas pulsa pada waktu-waktu tertentu sehingga ada komunikasi langsung antara calon pemilih dan sang kandidat, menjadikan peluang untuk bisa mengetahui isu-isu apa yang paling penting di daerah satu dengan yang lain. Inipun bisa dijadikan peluru dalam menyampaikan pesan-pesan yang mumpuni saat kampanye berlangsung. Bukan pesan umum yang ada di awang-awang yang susah untuk dicerna oleh calon pemilih. Lagi-lagi ini peluang untuk mencari pasar potensial loyalis. Fungsi yang sama pun berlaku bagi Telepon selular.
Interaksi Kandidat
Memposisikan media sebagai sebuah kekuatan vital, sebagaimana tergambar dalam hypodermic theory. Dengan anggapan bahwasannya massa itu bodoh, pasif dan bisa dimanipulasi, iklan gencar-gencaran di pasang sebagaimana pamplet, spanduk dan baligo di pasang dimana-mana Itu tidak dilakukan oleh ZA-AMI
Tetapi praktek komunikasi massa yang dilakukan ZA-AMI, tetap menjadi bahan perhatian yang tidak akan pernah terlupakan. Karena elemen komunikasi massa tidak hanya media penyampaian informasi dan khalayak saja, tetapi juga figure alias komunikator sebagai aktor utama. Hal terakhir inilah yang menjadi perhatian ZA-AMI kelayakannya untuk dijadikan pilihan oleh masyarakat banyak jangan sampai salah dalam memilih selain Nomor 1 patut di ingat di bilik suara.
Disinilah faktor kredibilitas ZULFIKAR ACHMAD menjadi rujukan. Kredibilitas yang merujuk langsung kepada kapasitas tekhnis, moral dan kepintaran sang ZUFIKAR Dalam membangun kab. Muaro Bungo. Secara teoritik kredibilitas memang bisa di design sedemikian rupa. Apalagi di zaman dimana INTERNET sudah menjadi kehidupan keseharian masyarakat. Semuanya dapat di pertontonkan secara gamblang. Tidak Ada yang diTutup-Tupi Tentang Pembangunan Yang dilakukan ZULFIKAR ACHMAD Di Muaro Bungo Selama 10 Tahun Kepemimpinannya.
Satu hal yang tak terbantahkan adalah pembangunan Bandara Internasional di Muaro Bungo, Tidak ada Pemimpin Lain di Provinsi Jambi ini Yang sanggub Melakukannya.
TEKHNIK MEDIA KAMPANYE
Memakai tekhnik photo mutakhir, gambar yang garang bisa dimanipulasi. Hitam bisa jadi putih, hijau jadi merah,muka masam bisa jadi muka manis, muka dingin bisa jadi sangat friendly. Pada pilkada Kerinci Tim sukses Pak MURASMAN berusaha untuk menghilangkan kesan muka Tua beliau. Dan itu sukses setelah beberapa kali photo Pak MURASMAN di Edit.
Simbol sebagai kekuatan media massa, komponennya ada dua. Pertama kuantitas symbol itu disosialisasikan kepada masyarakat. Semakin massif symbol itu disosialisasikan di tengah masyarakat, maka semakin tinggi tingkat kemungkinan symbol itu merasuk kealam bawah sadar masyarakat pemilih dan menjadi pegangan di bilik suara. Kedua tingkat kedekatan symbol itu di tengah masyarakat. Semakin symbol itu menjadi keseharian kehidupan masyarakat, maka symbol itu akan sangat mungkin untuk menang. Misalnya,Topi Koboi yang sering di gunakan oleh Pak ZULFIKAR ACHMAD dapat diingat oleh para pemilih untuk memilih beliau, serta Janggut dan Kumis tipis AMI TAHER Sangat bermamfaat untuk mengembalikan memori pemilih. proses negosiasi politik yang elegant. secara manipulatif masing-masing calon memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan ( Kepala daerah ). Bahkan membuat komunitas bikin-bikinan dan menyatakan sebagai pendukungnya. Sehingga tidak aneh bila masa pilkada Jambi ini banyak organisasi yang tiba-tiba muncul dan menyatakan dukungan.
Secara elegan sejumlah prominent figure didekati dan diminta partisipasinya untuk mendukung masing-masing kandidat. Keuntungannya kesuksesan citra bahwasannya mendapat dukungan dari tokoh masyarakat juga bergeraknya komunitas dibawah bimbingan tokoh tersebut Sering Di singkat dengan TOMAS ( TOKOH MASYARAKAT )
Dari strategi diatas diharapkan selain efektif dan mengena, juga efisiensi biaya di perhitungkan. Selain itu waktu dan kesempatan juga diperhitungkan mengingat persaingan sesama kandidat semakin kompleks.
Jika tim sukses ZA-AMI telat mengambil langkah jelas merugikan ZA-AMI. Selain ongkos biaya yang terbuang percuma, juga ZA-AMI yang diperjuangkan akan menerima hujatan dari masyarakat yang membela kandidat lain, serta massa yang sebelumnya mendukung ZA-AMI akan balik menghujat karena beralih mendukung kandidat lain. Dari strategi yang tertulis adalah suatu opsi yang harus juga diperhitungkan. Mengingat strategi tersebut juga tidak sedikit ongkos biaya yang dikeluarkan, dan mewajibkan tim sukses agar selalu berfikir efisien dan efektif dalam memperjuangkan ZULFIKAR ACHMAD-AMI TAHER MENUJU JAMBI 1 Dengan Nomor urut Satu dan Mudah Mudahan Menjadi Nomor satu Dalam Pilkada Jambi 2010.
oleh: shio tahun china Jum'at 21-05-2010
Langganan:
Postingan (Atom)