BERITA KERINCI
Lawan Korupsi
Rampas Harta Ilegal Pejabat Negara!
Senin, 24 Mei 2010 | 22:53 WIB
Anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa.
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas PMH) mendorong segera diterbitkannya peraturan pembuktian terbalik pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Dengan peraturan ini, kekayaan pejabat negara bisa dirampas oleh negara sepanjang ia tidak bisa membuktikan asal-usul kekayaannya.
“Jadi, apabila tidak bisa dibuktikan harta-harta itu didapat dengan cara yang legal maka negara dapat merampas,” kata anggota Satgas PMH Mas Achmad Santosa seusai diskusi di Gedung Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Jakarta, Senin (24/5/2010).
Menurut pria yang akrab dipanggil Ota ini, sistem pembuktian terbalik pada harta kekayaan diberlakukan tanpa harus ada tindak pidana yang disangkakan pada penyelenggara negara. “
Non conviction make,” ujar Ota.
Untuk mewujudkan sistem ini, Undang-Undang No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme harus segera direvisi karena undang-undang ini yang mengatur tentang sistem pelaporan harta kekayaan.
Sesuai tertuang dalam undang-undang ini, setiap penyelenggara negara wajib untuk melaporkan harta kekayaan saat memulai dan mengakhiri jabatan. Namun, tidak ada sanksi bagi penyelenggara negara yang menolak untuk melaporkan harta. Selain itu, tidak ada aturan apabila laporan yang disetor ke KPK adalah palsu.
Ota menjelaskan, sistem pembuktian terbalik pada harta kekayaan pejabat negara telah diberlakukan di banyak negara. Maka, Indonesia bisa mencontoh atau mengadopsi sistim serupa yang telah berjalan di negara atau konsep Asset and Income Declaration
yang dicanangkan oleh United Nations Convention Against Corruption. “Akan efektif karena di negara-negara lain telah diterapkan,” tandasnya.
Pengamat hukum dari Universitas Trisakti, Bambang Widjojanto, menyatakan, Indonesia memang memerlukan sistem ini untuk memberantas korupsi dan mafia hukum.
Menurut tim pengacara Bibit dan Chandra ini, sistem ini bisa berjalan apabila Indonesia telah memberlakukan
single identity number (SIN). Dengan demikian, tidak ada kerancuan dalam identitas dan penelurusan kepemilikan sebuah harta kekayaan.
“Kalau targetnya memberantas mafia hukum untuk jangka pendek, SIN ini bisa diterapkan pada kalangan yang rentan terhadap mafia hukum, misalnya diberlakukan untuk penegak hukum, pegawai pajak atau pengacara,” ujar Bambang.
KPK juga harus menyempurnakan formulir LHKPN sehingga tidak ada kerancuan tentang nilai harta. Selain itu, KPK harus membentuk sistem pengaduan yang tepat. “Misalnya nilai rumah yang dipakai apakah nilai pasaran atau NJOP (nilai jual obyek pajak),” terangnya.
Bambang menyatakan bahwa pemberlakuan sistem ini akan membuka masalah baru, yaitu setiap orang bisa menuduh orang lain mendapatkan harta dengan cara korupsi. “Apalagi polisi kita belum bersih nanti malah menjadi peluang markus,” ucapnya.
Sistem ini membutuhkan peran serta dan dukungan dari masyarakat dalam melaporkan harta kekayaan pajabat yang didapat secara ilegal. Apabila tidak ada perlindungan, masyarakat akan enggan untuk melaporkan karena rentan dikriminalisasi. “Jadi, harus dibentuk sistem pengaduan yang tidak memudahkan seseorang untuk menuduh sekaligus melindungi
whistle blower,” pintanya.
Menanggapi usulan ini, Juru Bicara KPK Johan Budi menyatakan bahwa KPK mendukung usulan Satgas itu. Bahkan, KPK sempat mewacanakan hal yang sama beberapa waktu sebelumnya. "Itu adalah bagian dari situ juga. KPK sangat mendukung. Saya kira itu sangat efektif. Apalagi LHKPN itu, tidak ada sanksi pidananya," ujar Johan.
Awasi Kewajaran Harta Pejabat
Pelaporan harta kekayaan pejabat penting bagi pencegahan korupsi. Dengan melihat laporan sebelum menjabat, bisa dinilai kewajaran harta pejabat tersebut selama dan setelah menduduki jabatan tersebut.
Koordinator Tasik Corruption Watch Dadih Abdulhadi mengatakan hal itu terkait dengan pengumuman harta kekayaan calon bupati-wakil bupati Tasikmalaya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat berdasarkan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (9/12).
”Seharusnya setiap tahun publik bisa memantau perkembangan kekayaan pejabat sehingga bisa menilai sendiri apakah wajar atau tidak. Misalnya, dengan gaji sekian juta sebulan, apakah wajar pejabat memiliki kekayaan berlimpah, seperti mobil dan rumah mewah,” tutur Dadih.
Di samping menjadi salah satu instrumen pencegahan korupsi, informasi harta kekayaan pejabat bisa digunakan untuk melihat rekam jejak pejabat itu.
Dadih menilai, harta yang terlalu banyak dan terlalu sedikit sama-sama patut dicurgai. Apabila harta seorang pejabat terlalu banyak, bisa digugat dari mana asalnya dan bagaimana pejabat itu memperolehnya.
”Kalau hartanya terlalu sedikit, dari mana ia memiliki dana untuk membiayai kampanye? Bisa saja pejabat tersebut memiliki ketergantungan pada bantuan finansial pihak lain,” katanya.
Ketua KPU Kabupaten Tasikmalaya Deden Nurul Hidayat mengatakan, berdasarkan laporan harta kekayaan dari KPK, bisa dilihat bahwa kandidat bupati dan wakil bupati Tasikmalaya memiliki modal untuk berkompetisi dalam pilkada.
Deden menambahkan, dari delapan pasangan kandidat bupati-wakil bupati Tasikmalaya, beberapa di antaranya, yang berlatar belakang pejabat publik, pernah menjalani pemeriksaan harta kekayaan oleh KPK. Mereka adalah Endang Kusaeni, Achmad Saleh, Harmaen Muchyi Wiratanuningrat, Tachman Iding Husein, Ending Hidayat, dan Asep Achmad Djaelani.
Terkaya
Berdasarkan hasil laporan KPK, Ucu Asep Dani yang berpasangan dengan Achmad Saleh memiliki harta kekayaan terbanyak, yakni Rp 8.505.618.049. Achmad Saleh, pasangannya, memiliki kekayaan Rp 684.132.300.
Kandidat bupati dengan jumlah kekayaan paling sedikit ialah Subarna, yaitu Rp 187.154.000. Pasangan Subarna, Dede T Widarsih, yang merupakan pengusaha angkutan, tercatat memiliki kekayaan senilai Rp 1.086.906.061.
Adapun kandidat petahana, Endang Hidayat, memiliki kekayaan senilai Rp 4.650.636.256. Calon wakil bupati pasangannya, Asep Achmad Djaelani, yang juga mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya, memiliki kekayaan Rp 911.284.085.
Harta kekayaan Uu Ruzhanul Ulum, yang juga mantan Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya, tercatat Rp 2.332.000.000. Pasangan wakil bupatinya, Ade Sugianto, mempunyai kekayaan Rp 2.125.769.700.
KPK juga memeriksa kekayaan empat pasangan kandidat lain, yaitu Endang Kusaeni (Rp 421.941.942)-Suparman (Rp 1.885.932.000), Endang Hidayat (Rp 527.933.200)-Akhmad Juhana (Rp 252.881.230), Harmaen Wiratanuningrat (Rp 262.561.367)-Tachman Iding Husein (Rp 217.152.592), dan Ade Sumia (Rp 286.211.530)-Nandang Ma’mur (Rp 371.149.840).
TUNISIA
Perang Melawan Rezim Korupsi
Para pejabat polisi pun ikut meneriakkan slogan saat mereka berdemonstrasi di Tunis, Sabtu (22/1). Polisi Tunisia, yang sebelumnya dikenal dengan tindakan kerasnya untuk menerapkan kebijakan represif pemerintahan Presiden Zine al-Abidine Ben Ali, justru ikut bergabung dengan pengunjuk rasa guna menurunkan Presiden Ben Ali dari jabatannya.
KESAN begitu keluar dari Bandar Udara Internasional Chartage di ibu kota Tunisia, Tunis, suasana kota tampak sepi. Maklum, hari Minggu adalah hari libur bagi warga Tunisia dan umumnya negara-negara Maghrib Arab.
Taksi yang membawa Kompas dari bandar udara ke pusat kota praktis mulus tanpa hambatan. Namun, ketika tiba di Jalan Habib Burguibah yang merupakan jantung kota Tunis, krisis negara mulai dirasakan.
Patroli helikopter terbang rendah berputar-putar di sekitar pusat kota. Tank, kendaraan panser, dan truk militer dengan pasukan siap siaga bertengger di sepanjang Jalan Habib Burguibah.
Para tentara itu dengan senjata lengkap hanya kelihatan angker dari jauh saja. Mereka hanya menonton para pengunjuk rasa yang berjubel di sepanjang Jalan Habib Burguibah. Para tentara itu tampak membiarkan saja para pengunjuk rasa yang berhasil menjatuhkan rezim kuat Ben Ali pada Jumat pekan lalu.
Tak pelak lagi, Jalan Habib Burguibah serta-merta menjelma menjadi mimbar bebas, di mana rakyat Tunisia kini bebas berteriak, mengeluarkan pendapat, bahkan mencaci maki pemerintah. Hal itu tidak pernah terjadi sejak Tunisia meraih kemerdekaan dari kolonial Perancis tahun 1956. Panorama itu juga tidak ditemukan di negara-negara Arab lain yang berada di bawah pemerintahan otoriter.
Rakyat Tunisia begitu tampak seperti keluar dari penjara karena selama di bawah pemerintahan dua presiden, yakni Presiden pertama Habib Burguibah (1956-1987) dan Presiden Zine al-Abidine Ben Ali (1987-2011), mereka hidup terkekang. Rezim Ben Ali terkenal sebagai rezim paling represif di dunia Arab terhadap teknologi informasi karena membatasi penggunaan jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter.
Tunisia pun kini tak ubahnya seperti negara di Eropa, di mana rakyatnya menikmati kebebasan luar biasa. Tunis juga serta-merta ibarat seperti kota London dan Paris, di mana rakyatnya bebas berunjuk rasa dan mengeluarkan pendapat.
Sebagian besar dari para pengunjuk rasa yang melalukan orasi pada Minggu kemarin adalah pegawai pemerintah rendahan. Mereka memanfaatkan hari Minggu sebagai hari libur untuk turun ke jalan.
Ada pegawai dari dinas kebersihan pemerintah daerah kota Tunis yang mengenakan seragam hijau muda. Ada pegawai imigrasi rendahan yang mengenakan seragam biru. Ada pula para sopir bus kota. Ada juga rombongan massa dari kota Sidi Bouzid (265 kilometer arah selatan kota Tunis) yang masuk ke kota Tunis untuk menggelar unjuk rasa. Kota Sidi Bouzid adalah tempat meletusnya intifadah rakyat Tunisia pada pertengahan Desember lalu.
Mereka melakukan unjuk rasa dengan membawa spanduk atau pamflet yang bertuliskan ”Jatuhkan pemerintah korup”, ”Kami menolak pemerintah lama”, dan ”Seret sisa-sisa pejabat korup”.
Salah seorang pengunjuk rasa dari pegawai imigrasi yang mengaku bernama Mohamed Dawes mengatakan, harus segera dibentuk pemerintah penyelamat nasional yang betul-betul memihak rakyat.
”Saya menolak pemerintahan yang terdapat figur-figur pengkhianat,” tegas Dawes.
Seperti dimaklumi, figur-figur di dalam pemerintahan baru yang ditolak keras rakyat adalah PM Mohamed Gannouchi, Presiden ad interim Fouad Mebazza, dan Menlu Kamel Merjan.
Gannouchi dalam upaya menenangkan rakyat telah menegaskan bahwa ia akan mundur dari dunia politik pascapemilu parlemen dan presiden nanti. Namun, penegasan Gannouchi itu tidak menyurutkan gerakan rakyat yang menolak dia.
Melihat sebagian besar pengunjuk rasa berasal dari pegawai pemerintah, itu menunjukkan bahwa pemerintah kini dirongrong dari dalam.
Ironisnya, jika mereka melakukan mogok kerja, hal itu pasti akan membuat roda pemerintahan lumpuh.
Pemerintah sendiri menyerukan agar semua sendi negara, sekolah, kementerian negara, rumah sakit, dan lain-lain, bekerja normal lagi mulai Senin (24/1) ini. Namun, belum diketahui, sejauh mana elemen-elemen negara mematuhi seruan pemerintah itu. Situasi Tunis, ibu kota Tunisia, tampak masih jauh dari normal lagi secara penuh dalam waktu dekat. (Musthafa Abd Rahman dari Tunisia)
Mafia Pajak
Dari Mana Harta Bahasyim?
Vonis majelis hakim terhadap terdakwa Bahasyim Assifie meninggalkan tanda tanya besar, dari mana harta sebesar Rp 60,9 miliar dan 681.147 dollar AS milik Bahasyim. Hakim menyakini harta itu hasil dari tindak pidana selama bekerja di Direktorat Jenderal Pajak.
Dari harta yang tersimpan di rekening atas nama istri dan dua putri Bahasyim itu, penyidik Polri hanya dapat membuktikan adanya korupsi senilai Rp 1 miliar. Hakim menilai Bahasyim terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 1 miliar dari pengusaha Kartini Mulyadi saat menjabat Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Tujuh tahun 2005 .
Selama persidangan, tak terungkap siapa saja yang mengalirkan dana ke 10 rekening di Bank BCA dan BNI milik Bahasyim sejak tahun 2004 hingga 2010. Tak terungkap pula dari mana saja setoran tunai hingga miliaran rupiah yang dilakukan Bahasyim.
Bahasyim mengklaim hartanya itu berasal dari berbagai bisnis, baik di dalam maupun luar negeri. Namun, Bahasyim tak mampu menunjukkan bukti-bukti bisnisnya saat proses pembuktian terbalik di pengadilan. Hakim tak mengakui dokumen-dokumen milik Bahasyim lantaran hanya menunjukkan nilai keuntungan usaha. Menurut hakim, dokumen itu dibuat sepihak dan tidak didukung dokumen lain seperti lazimnya orang berbisnis.
Lidik ulang
Firdaus Ilyas, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak agar dilakukan penyelidikan ulang terhadap kasus Bahasyim. Penyelidikan dapat dilakukan oleh tim investigasi gabungan dari KPK, PPATK, Polri, dan Kejaksaan yang tengah menyelidiki kasus mafia pajak Gayus HP Tambunan.
"Itu harus ditelaah kembali bersama-sama. Kepolisian dan kejaksaan belum berhasil membongkar sumber dana yang masuk ke rekening milik Bahasyim. Di pengadilan, aliran dananya juga tidak dibuka semua," ucap Firdaus ketika dihubungi Kompas.com, Jumat ( 4/2/2011 ).
Dikatakan Firdaus, pengungkapan sumber dana penting lantaran terdapat celah besar kebocoran keuangan negara di keberatan dan banding. "Nilai kasus dalam keberatan dan banding antara Rp 16 triliun sampai Rp 17 triliun pertahun. Negara bisa saja kehilangan antara Rp 10 triliun sampai Rp 13 triliun pertahun karena pola-pola permainan seperti Bahasyim dan Gayus," jelas dia.
"Bahasyim mewakili otoritas di keberatan dan banding sedangkan Gayus bagian dari operator lapangan. Kalau kita lihat statistik, keberatan dan banding yang dikabulkan rata-rata sekitar 80 persen. Jadi, buka kembali data-data pajak di Ditjen Pajak. Pajak PT SAT (Surya Alam Tunggal) aja bisa dibuka," terang Firdaus.