Microsoft kembali mengadakan kompetisi Microsoft Bloggership 2010. Kompetisi blogger pada tahun ini bertujuan untuk mencari blogger muda yang menggunakan teknologi secara efektif dan efisien untuk memberi kontribusi positif bagi Indonesia.Tahun ini Microsoft Bloggership mengusung tema "Saving Your Social Energy and Stay Connected". Peserta Bloggership diminta menuliskan sebuah artikel di blog masing-masing mengenai ide apa yang bisa mereka berikan kepada diri sendiri, masyarakat, bahkan negara, dengan bantuan teknologi.
Menurut Yvonne Tirtoprodjo, Marketing Communication Director PT Microsoft Indonesia, selain memberikan ide mereka bagi masa depan, para peserta kompetisi ini juga dapat menuliskan apa yang telah mereka lakukan dalam memanfaatkan teknologi untuk memberi kontribusi nyata bagi diri sendiri, komunitas, atau masyarakat dan hasil yang telah dicapai.
"Tantangan yang juga perlu diperhatikan adalah peserta diminta menuliskan mengenai bagaimana mereka dapat menggunakan teknologi secara efektif dan efisien, sebagai upaya menanggulangi pemborosan energi," ungkapnya di Jakarta, Rabu (24/11/2010).
Pemenang kompetisi Microsoft Bloggership akan mendapat hadiah sebesar Rp 15 juta, sebuah gadget, perjalanan ke beberapa provinsi di Indonesia bersama Microsoft Indonesia, dan juga menerima berbagai pelatihan bersertifikat dari Microsoft Indonesia. Pendaftaran kompetisi Microsoft Bloggership ini telah dibuka sejak tanggal 23 November kemarin. Untuk mengetahui syarat-syarat mengikuti kompetisi ini, para calon peserta dapat melihat di situs http://pestablogger.com.
Lawan Google, Modal Nekat dan Teh Botol
RADAR JAMBI: TONI.S
Meski baru beroperasi selama enam bulan, SITTI berani menantang layanan iklan Google. Perusahaan asli Indonesia tersebut memang tidak main-main meski harus dengan modal seadanya.
"Cuma dua kelebihan kita dari Google, nekat sama teh botol," kata Andy Sjarif, Group CEO SITTI, saat acara "Buka Pintu" kantor barunya di kawasan Senopati, Jakarta, Rabu (24/11/2010). Kenapa teh botol? Kata Andy, semua orang di SITTI sangat tergila-gila dengan teh botol dan menurutnya hanya jumlah konsumsi teh botol yang bisa mengalahkan berapa kali mereka mengakses Google setiap hari.
Bahkan, dalam acara tersebut pun, Andy berdiri dengan kerat teh botol sebagai pengganti panggung. Tamu-tamu bebas minum teh botol yang khusus untuk acara tersebut disediakan sebanyak 20 kerat. Bahkan, kata Andy, penjualan teh botol di kantor yang dikelola koperasi kecil-kecilan oleh office boy di kantor tersebut adalah pendapatan perusahaan saat ini. Tentu cerita tersebut langsung disambut tertawa tamu undangan yang hadir.
Kenapa pakai nama SITTI yang terkesan jadul? Andy Sjarif mengatakan ada dua alasan mengenai pemilihan nama tersebut. Menurutnya, SITTI bukan singkatan apa pun, melainkan diambil dari nama Sitti Nurbaya, judul novel yang revolusioner dan membuat ledakan linguistik. SITTI yang juga erat kaitannya dengan linguistik ingin meniru kesuksesan novel Sitti Nurbaya.
Selain itu, nama SITTI diakui Andy terkesan lama dan kampungan. Namun, nama tersebut sengaja dipilih untuk menantang Google. "Malu dong kalau Google lawan SITTI yang kampungan atau sebaliknya kalau Google sampai dikalahkan SITTI," ujar Andy Sjarif.
SITTI berdiri enam bulan lalu dan mengembangkan platform iklan kontekstual, seperti Google AdWord dan AdSense. Mereka berusaha menyajikan iklan dalam halaman situs web atau blog sesuai isi artikel dalam halaman tersebut. SITTI telah mengindeks 600 juta halaman web berbahasa Indonesia dan menyajikan 3.300 iklan dari 529 merek. Saat ini SITTI telah mempekerjakan 25 orang dan menggunakan 6 server.
Meski baru beroperasi selama enam bulan, SITTI berani menantang layanan iklan Google. Perusahaan asli Indonesia tersebut memang tidak main-main meski harus dengan modal seadanya.
"Cuma dua kelebihan kita dari Google, nekat sama teh botol," kata Andy Sjarif, Group CEO SITTI, saat acara "Buka Pintu" kantor barunya di kawasan Senopati, Jakarta, Rabu (24/11/2010). Kenapa teh botol? Kata Andy, semua orang di SITTI sangat tergila-gila dengan teh botol dan menurutnya hanya jumlah konsumsi teh botol yang bisa mengalahkan berapa kali mereka mengakses Google setiap hari.
Bahkan, dalam acara tersebut pun, Andy berdiri dengan kerat teh botol sebagai pengganti panggung. Tamu-tamu bebas minum teh botol yang khusus untuk acara tersebut disediakan sebanyak 20 kerat. Bahkan, kata Andy, penjualan teh botol di kantor yang dikelola koperasi kecil-kecilan oleh office boy di kantor tersebut adalah pendapatan perusahaan saat ini. Tentu cerita tersebut langsung disambut tertawa tamu undangan yang hadir.
Kenapa pakai nama SITTI yang terkesan jadul? Andy Sjarif mengatakan ada dua alasan mengenai pemilihan nama tersebut. Menurutnya, SITTI bukan singkatan apa pun, melainkan diambil dari nama Sitti Nurbaya, judul novel yang revolusioner dan membuat ledakan linguistik. SITTI yang juga erat kaitannya dengan linguistik ingin meniru kesuksesan novel Sitti Nurbaya.
Selain itu, nama SITTI diakui Andy terkesan lama dan kampungan. Namun, nama tersebut sengaja dipilih untuk menantang Google. "Malu dong kalau Google lawan SITTI yang kampungan atau sebaliknya kalau Google sampai dikalahkan SITTI," ujar Andy Sjarif.
SITTI berdiri enam bulan lalu dan mengembangkan platform iklan kontekstual, seperti Google AdWord dan AdSense. Mereka berusaha menyajikan iklan dalam halaman situs web atau blog sesuai isi artikel dalam halaman tersebut. SITTI telah mengindeks 600 juta halaman web berbahasa Indonesia dan menyajikan 3.300 iklan dari 529 merek. Saat ini SITTI telah mempekerjakan 25 orang dan menggunakan 6 server.
SITTI Semoga Bloger Makin Rajin Menulis
RADAR JAMBI: TONI.S
Kehadiran SITTI disambut baik situs web lokal dan blogger di Indonesia. SITTI merupakan platform iklan kontekstual yang menyajikan iklan sesuai isi topik artikel yang tampil di situs web tempat iklan tersebut dipasang. Hal ini karena SITTI menawarkan bagi hasil revenue yang diperoleh dari pengiklan kepada para penerbit web dan bloger.
"Mulai sekarang teman-teman bloger saat mem-publish konten atau me-review produk banyak yang tidak mendapatkan revenue yang diraih. Dengan adanya SITTI semoga teman-teman makin rajin lagi posting," kata Enda Nasution, yang dikenal sebagai Bapak Blogger Indonesia saat acara "Buka Pintu" di kantor baru SITTI, Jakarta, Rabu (24/11/2010).
Menurut Enda, dari data terakhir yang tercatat saat ini, ada sekitar 3,4 juta blog berbahasa Indonesia. Namun, menurutnya konten berbahasa Indonesia sendiri di internet masih sangat kurang. Kehadiran SITTI yang menjanjikan tambahan penghasilan dari iklan, ia berharap, menarik minat bloger untuk terus menulis dan pada akhirnya meningkatkan konten berbahasa Indonesia.
Sebelum ada SITTI, memang sudah ada Google AdSense dan AdWord yang juga menyediakan tawaran yang sama. SITTI pun meniru cara Google menarik keuntungan dari iklan kontekstual. Platform SITTI baru diperkenalkan selama enam bulan dan telah mengindeks 600 juta halaman web berbahasa Indonesia. Dalam uji coba selama sebulan terakhir, SITTI menyajikan 3300 iklan dari 529 merek berbeda.
Kehadiran SITTI disambut baik situs web lokal dan blogger di Indonesia. SITTI merupakan platform iklan kontekstual yang menyajikan iklan sesuai isi topik artikel yang tampil di situs web tempat iklan tersebut dipasang. Hal ini karena SITTI menawarkan bagi hasil revenue yang diperoleh dari pengiklan kepada para penerbit web dan bloger.
"Mulai sekarang teman-teman bloger saat mem-publish konten atau me-review produk banyak yang tidak mendapatkan revenue yang diraih. Dengan adanya SITTI semoga teman-teman makin rajin lagi posting," kata Enda Nasution, yang dikenal sebagai Bapak Blogger Indonesia saat acara "Buka Pintu" di kantor baru SITTI, Jakarta, Rabu (24/11/2010).
Menurut Enda, dari data terakhir yang tercatat saat ini, ada sekitar 3,4 juta blog berbahasa Indonesia. Namun, menurutnya konten berbahasa Indonesia sendiri di internet masih sangat kurang. Kehadiran SITTI yang menjanjikan tambahan penghasilan dari iklan, ia berharap, menarik minat bloger untuk terus menulis dan pada akhirnya meningkatkan konten berbahasa Indonesia.
Sebelum ada SITTI, memang sudah ada Google AdSense dan AdWord yang juga menyediakan tawaran yang sama. SITTI pun meniru cara Google menarik keuntungan dari iklan kontekstual. Platform SITTI baru diperkenalkan selama enam bulan dan telah mengindeks 600 juta halaman web berbahasa Indonesia. Dalam uji coba selama sebulan terakhir, SITTI menyajikan 3300 iklan dari 529 merek berbeda.
KONEKSI INTERNET YANG SANGAT MEMBANGGAKAN KATA NYA
RADAR JAMBI: TONI.S
Koneksi broadband atau jaringan telekomunikasi pita lebar semakin menjadi kebutuhan, terutama ketika perangkat mobile broadband mulai membanjiri pasar. Namun, kehadiran gadget-gadget pintar itu terasa terlalu cepat sehingga tidak atau belum didukung jaringan yang memadai.
Sepertinya selalu ada kesenjangan penerapan teknologi komunikasi, selalu terlambat. Bahkan, kalau toh sudah ada, penerapannya tidak maksimal. Operator sudah sangat berbangga memiliki sekian ribu BTS, tetapi tidak pernah dijelaskan BTS dengan kualitas seperti apa.
Terminologi seperti broadband, akses unlimited sudah menjadi jargon sehari-hari yang dijual operator saat ini. Terkesan canggih, tetapi bisa berarti tidak bermakna apa-apa karena keluhan berkaitan dengan layanan itu masih banyak muncul di sana-sini.
Hadirnya ponsel-ponsel canggih (smartphone) menjadi tidak ada artinya ketika koneksi broadband tidak bisa diandalkan. Barang canggih itu hanya berfungsi seperti ponsel biasa, sekadar komunikasi suara dan SMS, selebihnya fitur yang tidak memerlukan jaringan.
Hal ini menjadi semakin terasa ketika mulai muncul iPhone, terlebih lagi ponsel canggih berbasis Android dalam setahun ini. Meski berfitur canggih, ya tetap saja terlihat ”dungu” dengan koneksi broadband yang tersendat-sendat.
Bisa jadi ini karena sampai sekarang operator masih melihat koneksi suara sebagai primadona sehingga koneksi data masih tetap nomor dua. Selain luasnya negeri ini juga merupakan kendala, apalagi daya beli masyarakat juga masih rendah.
Walaupun vendor jaringan Ericsson akhir tahun lalu menemukan bahwa lalu lintas data sudah melebihi suara di tingkat global. Trafik itu meningkat 280 persen tiap tahun selama dua tahun terakhir dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada lima tahun ke depan.
Akankah perubahan seperti ini juga akan terjadi di negeri ini?
Korelasi
Sebuah studi yang dibuat Ericsson belum lama ini memperlihatkan adanya korelasi yang positif antara pengembangan penetrasi broadband dan tambahan pertumbuhan GDP, termasuk terciptanya pekerjaan baru. Misalnya seperti setiap penambahan 1.000 pengguna broadband akan menciptakan sekitar 80 pekerjaan baru.
Mats Otterstedt, Presiden Direktur Ericsson Indonesia, beberapa waktu lalu mengungkapkan, ”Indonesia memiliki potensi pertumbuhan di bidang mobile broadband yang menakjubkan. Sebagai negara keempat dengan populasi terbesar, Indonesia merupakan pasar besar dengan permintaan akan layanan telekomunikasi yang besar pula.”
Raksasa jaringan dari Swedia itu melihat pertumbuhan mobile broadband di Indonesia seiring dengan pertumbuhan indikator sosial ekonomi negara. Mobile broadband telah berkembang menjadi syarat utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan koneksi internet.
Pada kesempatan yang berbeda, pihak GSMA (Asosiasi GSM) pada Selasa (16/11/2010) mengungkapkan hasil riset independen yang menekankan pada dampak positif alokasi spektrum frekuensi untuk komunikasi bergerak di Asia Pasifik. Laporan yang dibuat GSMA dan Boston Consulting Group itu tentang alokasi pada pita frekuensi 700 MHz untuk komunikasi broadband.
Apabila pihak pemerintah di kawasan Asia Pasifik mengalokasikan frekuensi itu untuk komunikasi bergerak, maka akan memberikan keuntungan ekonomis dan sosial yang lebih besar dibandingkan dengan jika hanya digunakan untuk layanan seperti siaran. Sepertinya harmonisasi pita frekuensi 700 MHz ini memberi isyarat bagi masuknya teknologi Long Term Evolution (LTE), sebuah teknologi komunikasi yang saat ini bisa disebut para-generasi keempat (4G).
Riset itu memperlihatkan, alokasi pita 700 MHz untuk LTE akan meningkatkan jumlah pelanggan internet di Indonesia sampai 22 persen, Korea hingga 14 persen, India 21 persen, dan Malaysia 23 persen. Di negeri ini akan bertambah 9,7 juta pelanggan internet hingga tahun 2020.
Barangkali hal ini juga akan memberi jalan pada teknologi LTE di Indonesia untuk membuka kemacetan broadband. Akan tetapi, lalu muncul pertanyaan lain, bagaimana dengan WiMAX, teknologi pra-4G yang bahkan sudah mulai menjalankan aktivitas pembangunan infrastrukturnya?
Koneksi broadband atau jaringan telekomunikasi pita lebar semakin menjadi kebutuhan, terutama ketika perangkat mobile broadband mulai membanjiri pasar. Namun, kehadiran gadget-gadget pintar itu terasa terlalu cepat sehingga tidak atau belum didukung jaringan yang memadai.
Sepertinya selalu ada kesenjangan penerapan teknologi komunikasi, selalu terlambat. Bahkan, kalau toh sudah ada, penerapannya tidak maksimal. Operator sudah sangat berbangga memiliki sekian ribu BTS, tetapi tidak pernah dijelaskan BTS dengan kualitas seperti apa.
Terminologi seperti broadband, akses unlimited sudah menjadi jargon sehari-hari yang dijual operator saat ini. Terkesan canggih, tetapi bisa berarti tidak bermakna apa-apa karena keluhan berkaitan dengan layanan itu masih banyak muncul di sana-sini.
Hadirnya ponsel-ponsel canggih (smartphone) menjadi tidak ada artinya ketika koneksi broadband tidak bisa diandalkan. Barang canggih itu hanya berfungsi seperti ponsel biasa, sekadar komunikasi suara dan SMS, selebihnya fitur yang tidak memerlukan jaringan.
Hal ini menjadi semakin terasa ketika mulai muncul iPhone, terlebih lagi ponsel canggih berbasis Android dalam setahun ini. Meski berfitur canggih, ya tetap saja terlihat ”dungu” dengan koneksi broadband yang tersendat-sendat.
Bisa jadi ini karena sampai sekarang operator masih melihat koneksi suara sebagai primadona sehingga koneksi data masih tetap nomor dua. Selain luasnya negeri ini juga merupakan kendala, apalagi daya beli masyarakat juga masih rendah.
Walaupun vendor jaringan Ericsson akhir tahun lalu menemukan bahwa lalu lintas data sudah melebihi suara di tingkat global. Trafik itu meningkat 280 persen tiap tahun selama dua tahun terakhir dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada lima tahun ke depan.
Akankah perubahan seperti ini juga akan terjadi di negeri ini?
Korelasi
Sebuah studi yang dibuat Ericsson belum lama ini memperlihatkan adanya korelasi yang positif antara pengembangan penetrasi broadband dan tambahan pertumbuhan GDP, termasuk terciptanya pekerjaan baru. Misalnya seperti setiap penambahan 1.000 pengguna broadband akan menciptakan sekitar 80 pekerjaan baru.
Mats Otterstedt, Presiden Direktur Ericsson Indonesia, beberapa waktu lalu mengungkapkan, ”Indonesia memiliki potensi pertumbuhan di bidang mobile broadband yang menakjubkan. Sebagai negara keempat dengan populasi terbesar, Indonesia merupakan pasar besar dengan permintaan akan layanan telekomunikasi yang besar pula.”
Raksasa jaringan dari Swedia itu melihat pertumbuhan mobile broadband di Indonesia seiring dengan pertumbuhan indikator sosial ekonomi negara. Mobile broadband telah berkembang menjadi syarat utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan koneksi internet.
Pada kesempatan yang berbeda, pihak GSMA (Asosiasi GSM) pada Selasa (16/11/2010) mengungkapkan hasil riset independen yang menekankan pada dampak positif alokasi spektrum frekuensi untuk komunikasi bergerak di Asia Pasifik. Laporan yang dibuat GSMA dan Boston Consulting Group itu tentang alokasi pada pita frekuensi 700 MHz untuk komunikasi broadband.
Apabila pihak pemerintah di kawasan Asia Pasifik mengalokasikan frekuensi itu untuk komunikasi bergerak, maka akan memberikan keuntungan ekonomis dan sosial yang lebih besar dibandingkan dengan jika hanya digunakan untuk layanan seperti siaran. Sepertinya harmonisasi pita frekuensi 700 MHz ini memberi isyarat bagi masuknya teknologi Long Term Evolution (LTE), sebuah teknologi komunikasi yang saat ini bisa disebut para-generasi keempat (4G).
Riset itu memperlihatkan, alokasi pita 700 MHz untuk LTE akan meningkatkan jumlah pelanggan internet di Indonesia sampai 22 persen, Korea hingga 14 persen, India 21 persen, dan Malaysia 23 persen. Di negeri ini akan bertambah 9,7 juta pelanggan internet hingga tahun 2020.
Barangkali hal ini juga akan memberi jalan pada teknologi LTE di Indonesia untuk membuka kemacetan broadband. Akan tetapi, lalu muncul pertanyaan lain, bagaimana dengan WiMAX, teknologi pra-4G yang bahkan sudah mulai menjalankan aktivitas pembangunan infrastrukturnya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar