Selasa, 13 Juli 2010
BERITA DEWASA YANG MENGGUNCANG INDONESIA
Apakah Kita Termasuk Dalam Kategori Voyeurisme ?
Diposkan oleh sang milyader di 09:53
BEBERAPA hari yang lalu seorang teman wartawan menelepon saya. Rekan ini menanyakan pendapat saya tentang berita yang sedang berkembang belakangan ini.
Berita tentang video panas mirip artis Ariel, Luna Maya, dan Cut Tari yang begitu mengguncang karena dilakukan sekiranya oleh orang mirip artis papan atas. Kalangan masyarakat banyak yang menyayangkan mengapa video panas adegan hubungan seks antara dua insan yang “belum tentu” sudah terikat dalam perkawinan ini beredar.
Dunia internet di Indonesia yang nyaris tanpa saringan membuat segalanya dengan mudah tersebar. Video panas tersebut bisa dilihat dengan hanya mengunduhnya di situs-situs yang menyediakannya secara gratis atau dengan menontonnya di situs Youtube.com walaupun pada akhirnya ditutup.
Banyak pendapat ahli kemudian bermunculan, dari ahli agama sampai ahli pendidikan dan perkembangan
anak. Semuanya menyesalkan terjadinya kejadian ini. Sesuatu yang bukan konsumsi publik menjadi terbuka segamblangnya di media internet yang saat ini sudah merambah ke desa-desa. Belum lagi kekhawatiran sebagian orangtua tentang anaknya yang juga bisa menikmati tontonan tak layak usia anak ini. Semua karena akses internet saat ini begitu mudah.
Gangguan jiwakah?
Sebagai seorang psikiater, saya lebih menyoroti tentang beberapa istilah gangguan jiwa yang kemudian muncul di ruang publik berkaitan dengan peristiwa. Ada istilah yang kemudian muncul yaitu scopophilia. Istilah ini sebenarnya jarang digunakan di dalam ranah ilmu kedokteran jiwa. Di dalam manual diagnostik gangguan jiwa terbitan The American Psychiatric Association istilah voyeurism adalah istilah yang lebih sering dipakai daripada scopophilia.
Dalam buku teks Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/ Clinical Psychiatry, 10th Edition (2007) disebutkan bahwa voyeurism atau juga dikenal scopophilia adalah suatu gangguan kejiwaan di mana seseorang yang mempunyai preokupasi (kecenderungan sikap) yang terus-menerus secara fantasi maupun tindakan untuk mengamati (observing) orang-orang yang telanjang atau sedang melakukan aktivitas seks. Dalam konteks ini terlihat bahwa proses yang jelas adalah mengamati dan bukan ikut aktif di dalam kegiatan seks tersebut.
Dahulu semasa kuliah, saya ingat betul ada seorang dosen mengatakan bahwa voyuerism berasal dari bahasa Prancis, voyeur, yang mana istilah ini merujuk pada suatu kegiatan “mengintip”, “memata-matai (spying)” suatu kegiatan seksual, membuka baju, atau mengamati orang telanjang. Jadi, hal ini dilakukan diam-diam tanpa sepengetahuan dari objek yang dilihatnya. Kondisi ini biasanya didiagnosis setelah berlangsung sekurangnya 6 bulan.
Kita semua punya peran
Tentang apa yang dilakukan oleh pelaku dalam video panas mirip artis ini sampai saat ini saya belum dapat menemukan kriteria diagnosis yang pas. Jika berpegang teguh pada kriteria diagnosis yang benar, maka satu pun rasanya tidak ada yang mewakili kondisi si pelaku ini. Pelaku hanya berniat mendokumentasikan apa yang dilakukannya dan (mungkin) tidak ada niat untuk menyebarluaskannya. Tujuannya sendiri belum jelas, apakah untuk kesenangan semata atau ada hal lain.
Namun yang saya amati, bahwa tanpa disadari, kita sendiri menjadi penasaran dan terus mencari video panas ini. Tujuannya untuk melihat apakah benar apa yang diberitakan media. Tanpa disadari, kita juga mulai melakukan kegiatan yang sekiranya mirip dengan diagnosis gangguan jiwa voyeurism, yaitu senang mengamati orang lain bersenggama dan bahkan (mungkin) asyik menikmatinya. Walaupun kondisi ini tidak memenuhi kriteria diagnosis gangguan jiwa voyeurism secara jelas, namun perilaku kita sudah mengarah ke sana. Apalagi bila kita terus-menerus melakukan hal ini sampai mengganggu fungsi pribadi dan sosial selama 6 bulan.
Tentu diagnosis gangguan jiwa ini bisa dipikirkan untuk disematkan ke diri kita semua. Kita sering tanpa sadar menuduh orang lain dengan segala macam bentuk gangguan kejiwaan, padahal tanpa sadar pula kita sendiri melakukan perbuatan yang mengarah ke suatu diagnosis gangguan kejiwaan. Semoga kondisi ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.
Label:
KERINCI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar