Rabu, 01 September 2010
TAK BENAR SURAT SBY DI ABAIKAN PM MALAYSIA
Berita Kerinci
Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha meluruskan anggapan yang berkembang bahwa Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Razak mengabaikan surat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait insiden penangkapan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan oleh Polisi Diraja Malaysia, beberapa waktu lalu.
"Kami mendapat informasi bahwa sesungguhnya pemerintah Malaysia sedang mempelajari dan menjawab surat dari Presiden SBY. Jadi, tidak benar kalau ada asumsi atau anggapan bahwa pihak Malaysia mengabaikan surat yang disampaikan Presiden SBY," jelas Julian ketika menghubungi Kompas.com, Rabu (1/9/2010) di Jakarta.
Sebelumnya, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti, Selasa (31/8/2010), mendesak pemerintah, khususnya Presiden SBY, untuk bisa segera mengeluarkan penyikapan yang tegas menyusul ketegangan antara Indonesia dan Malaysia terkait kawasan perbatasan.
Sikap tegas termasuk untuk menanggapi penyikapan dan komentar Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, yang terkesan mengabaikan surat resmi Pemerintah Indonesia tentang insiden itu, dengan tidak segera membalas atau menjawabnya walau sudah sepekan berlalu.
Ikrar juga mengingatkan pemerintah kalau di sebagian masyarakat Indonesia, sentimen terhadap Malaysia masih ada. Sikap sentimen itu merupakan warisan sejarah konfrontasi masa lalu antara Indonesia dan Malaysia. "Jadi tidak mengherankan kalau ada kejadian macam kemarin di perairan Tanjung Berakit, yel-yel atau jargon masa lalu 'ganyang Malaysia' masih bisa muncul dan diteriakkan lagi. Pemerintah harus paham itu," ujar Ikrar.
Pernyataan Ikrar ada benarnya. Saat sesi penyampaian pertanyaan rapat kerja Kementerian Koordinasi bidang Politik, Hukum, dan Keamanan beserta para menteri jajarannya, dengan Komisi I, Effendi Choirie dari Fraksi PKB menyempatkan diri membaca pidato Soekarno saat Indonesia berkonfrontasi dengan Malaysia.
"Tolong jangan lagi kita (Indonesia) seolah berada dalam posisi inferior dengan kemampuan diplomasi yang letoy. Pemerintah harus berani. Bukan kita yang butuh mereka tapi justru sebaliknya. Kalau mau tarik saja semua TKI di sana," ujar Effendi.
Label:
KERINCI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar