Menjaring Batu Bara di Sungai Bangkahulu
Rusdi Efendi (31) menggigil kedinginan, badannya basah kuyup. Namun, badan nelayan asal Pasar Bengkulu, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, tersebut bukan basah karena menjaring ikan di laut. Dia baru saja selesai menjaring batu bara di muara Sungai Bangkahulu.
Sejak lima tahun terakhir nelayan di sana lebih sering menjaring batu bara daripada menjaring ikan. Mereka dengan mudah mendapatkan batu bara di dasar sungai dan di pantai. Kini menjaring batu bara menjadi pekerjaan utama nelayan. Apalagi cuaca buruk di pesisir barat Sumatera membuat nelayan makin jarang melaut.
”Sekali ke laut paling hanya dapat uang Rp 30.000, seringnya malah rugi. Tetapi, kalau mencari batu bara, sehari paling tidak bisa mendapat Rp 150.000,” ujar Rusdi beberapa waktu lalu.
Menggunakan rakit berukuran 8 x 1,5 meter dan ”bersenjatakan” pompa air, Rusdi dan dua temannya mengambil batu bara dari dasar sungai. Mereka bekerja sejak pagi atau siang hari hingga sore hari, tergantung waktu surut tiba. Dua orang bertugas menyemprotkan air ke dasar sungai dan mengambil batu bara yang terangkat, sementara seorang lagi bertugas mengangkat batu bara yang didapat rekannya ke atas rakit.
Rakit yang dipakai Rusdi dan teman-temannya hanya satu dari puluhan rakit pencari batu bara di muara Bangkahulu. Selesai menjaring batu bara, Rusdi dan nelayan yang lain meletakkan batu bara yang sudah dimasukkan ke dalam karung, untuk dijual ke tauke (pedagang).
Dalam sehari, ayah satu anak tersebut setidaknya mendapat 30 karung, masing-masing berisi 80 kilogram batu bara. Harganya bervariasi, tergantung dari besarnya bongkahan batu bara. Harga batu bara dengan bongkahan sebesar kepalan tangan orang dewasa paling mahal, sekitar Rp 35.000 per karung.
”Sekali berangkat, truk pengangkut batu bara bisa membawa 16 ton batu bara dari muara ini. Batu bara dari sini kebanyakan dijual ke Jakarta,” kata Hermansyah, Ketua Koperasi Nelayan Lancang Kuning.
Hermansyah mengatakan, 40 nelayan anggota koperasinya beralih mencari batu bara karena lebih menguntungkan daripada melaut. Bagi nelayan, batu bara yang berserakan di dasar sungai dan pantai seolah berkah di tengah paceklik ikan berkepanjangan.
Batu bara yang mengendap di pantai juga menjadi berkah bagi warga yang tinggal di dekat pantai. Seusai pasang air laut, akan terlihat pasir di pantai berwarna hitam karena mengandung serpihan batu bara.
”Satu karung serpihan batu bara dihargai Rp 8.000. Jika sedang beruntung, saya bisa mendapatkan dua karung batu bara dalam sehari,” kata seorang perempuan yang tengah mencari batu bara di Pantai Dusun Harapan, Kecamatan Pondok Kelapa, Bengkulu Tengah, sekitar 10 kilometer dari muara Bangkahulu, Minggu (13/3).
Menurut Direktur Komunitas Konservasi Indonesia Warsi Daerah Bengkulu Nurkholis Sastro, batu bara yang terdapat di dasar sungai atau pantai tersebut merupakan limbah pencucian batu bara dari penambangan batu bara di hulu sungai.
Limbah batu bara dan lumpur mengendap di muara dan sering menyebabkan banjir. Selain itu, Warsi mencatat, lebih dari 11 jenis ikan menghilang dari sungai. Akibatnya, hasil tangkapan nelayan di sekitar muara sungai berkurang.
Secara terpisah, Ketua Asosiasi Pertambangan Batu Bara Bengkulu I Made Widana menyangkal bahwa batu bara yang mengendap di sungai dan pantai merupakan limbah penambangan batu bara di hulu sungai.
Menurut Made, batu bara yang di dasar sungai berasal dari batu bara di dinding-dinding sungai yang tersingkap dan terbawa erosi hingga muara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar