Laman

Selasa, 27 April 2010

BERSIH MORAL SYARAT JADI KEPALA DAERAH

Ditulis oleh jpnn Sabtu, 24 April 2010 10:06 Syarat Bersih Moral dan Pengalaman Masuk Draf Revisi UU 32 JAKARTA - Mendagri Gamawan Fauzi memastikan, dalam draf rancangan revisi UU Nmor 32 tahun 2004, akan dimasukkan dua syarat tambahan untuk maju sebagai calon kepala daerah-wakil kepala daerah. Dua syarat itu adalah punya pengalaman organisasi yang berkaitan dengan pemerintahan dan tidak cacat moral. Bila tambahan syarat ini nantinya disetujui di DPR, bisa dipastikan calon yang punya catatan pernah berzina, mabuk, atau terlibat narkoba, tidak akan bisa ikut mencalonkan. Begitu pun, para artis yang hanya bermodal popularitas tanpa punya pengalaman, bakal terganjal. "Saya sudah minta (dua syarat tambahan itu, red) dimasukkan ke revisi UU 32," kata Gamawan Fauzi dalam konperensi pers di kantorya, kemarin (23/4). Konperensi pers juga dihadiri Ketua Asosiasi Konsultan Politik Indonesia (AKPI) Denny JA, yang dalam keterangan persnya itu secara tegas menolak ide Gamawan menambahkan dua syarat tersebut. Alhasil, dalam konpers itu diwarnai adu argumen antara Gamawan dengan Denny. Dalam paparannya, Denny menjelaskan AKPI menolak ide itu dengan sejumlah alasan. Pertama, syarat menjadi calon sudah diatur secara rinci di UU Nomor 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua UU No 32 Tahun 2004. Di situ sudah ada 16 butir persyaratan. Sedang untuk menjadi capres AS saja, hanya ada 4 syarat, dan tidak ada syarat tidak cacat moral dan berpengalaman. Kedua, kepala daerah merupakan jabatan politik, sehingga terbuka bagi siapa pun. Syarat harus berpengalaman akan membatasi hak dipilih. "Pengusaha, intelektual, seniman, ulama, aktivis, yang mungkin belum pernah masuk dalam jajaran pemerintahan atau ormas, juga punya hak yang sama menjadi kepala daerah. Mereka juga belum tentu kurang mampu memimpin daerah," ujar Denny. Ketiga, syarat tidak catat moral sudah pernah diatur di pasal 58 huruf (L) UU 32, tapi sudah dihapus. Tidak konsisten jika akan dimasukkan lagi. Keempat, syarat tidak catat moral ukurannya tidak jelas. "Ambillah contoh masalah zina. Bagaimana warga negara bisa diukur dan dipilah antara yang pernah berzina dan yang tak pernah. Mereka yang tidak terpublikasi pernah berzia belum tentu benar-benar tidak berzina. Sementara, yang diisukan pernah berzina perlu pembuktian fakta yang ketat," beber Denny, yang setiap menjelang pilkada panen orderan sebagai konsultan para kandidat itu. Menanggapi hal itu, Gamawan dengan enteng mengeluarkan tangkisan-tangkisan. Katanya, kondisi masyarakat kita tak bisa dibandingkan dengan AS. Lamanya masa mengenyam pendidikan masyarakat kita rata-rata 7 tahun di sekolah. Di AS, sudah 18 tahun. Warga yang baca koran, di Indonesia kurang 5 persen, di AS bisa 100 persen karena satu orang membaca dua sampai tiga koran setiap hari. Maksudnya, di AS, warganya bisa mengetahui track record para kandidat lewat pemberitaan media massa. Sedang di Indonesia, mayoritas pemilih tak akan tahu adanya cacat moral kandidat karena sedikit mengikuti pemberitaan. "Nah, dalam kondisi yang seperti ini, pemerintah perlu mengambil peran sedikit saja di situ. Dalam hal ini menteri dalam negeri ingin mengangkat moral sebagai salah satu pertimbangan," dalih Gamawan. Mengenai ukuran cacat moral ini, lanjutnya, bisa dengan meminta catatan di kepolisian. Bisa saja tetap diberi Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB), tapi dengan diberi catatan. "Dengan catatan pernah ditemukan mabuk di situ, hari apa. Itu jelas bisa menjadi catatan. Pernah tertangkap warga selingkuh di situ, meski tidak di proses hukum, karena hukum tidak menjangkau. Catatan seperti itulah yang menjadi ukuran," ulasnya. Saling adu argumen silih berganti antara Gamawan dengan Denny. Gawaman pun menyentil Denny. "Pak Denny sekolah di AS dan bermukim di AS cukup lama. Saya sekolah di Indonesia, sehingga tahu realitas dan keterbatasan masyarakat kita," ujar Gamawan. Dalam kesempatan tersebut, Denny membantah bahwa sikapnya yang menentang penambahan syarat ini karena dirinya takut kehilangan calon klien, terutama dari kalangan artis yang dikenal tajir-tajir. "Waktu saya 24 jam, tak semua untuk bisnis. Saya juga memikirkan demokrasi di negeri ini," kilahnya. (jpnn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar