Laman

Kamis, 22 April 2010

LARANGAN SOSIALISASI CAGUB/CAWAGUB

Ditulis oleh Siti Masnidar, Jambi Rabu, 21 April 2010 10:40 Soal Larangan Pemasangan Atribut dan Sosialisasi JAMBI - Pelarangan pemasangan atribut calon gubernur-calon wakil gubernur (Cagub-cawagub) dan aktivitas kampanye hingga tanggal 2 Juni mendatang sepertinya sulit untuk ditegakkan KPUD dan Panwas selaku penyelenggara pilgub. Sebab, aturan itu mengundang celah yang membuat para kandidat bisa berkilah. Pengamat Hukum dan Politik dari Unja, Anshorullah mengatakan, ada perbedaan mendasar antara kampanye pada pemilu legislatif (pileg) dengan pilgub. “Perbedaan ini terjadi karena aturan yang dipakai pada Pilgub (pemilihan kepala daerah) adalah aturan lama. Sedangkan Pileg aturan baru,” katanya saat ditemui di KPUD Provinsi Jambi, kemarin. Seharusnya, kata Anshorulloh, undang-undang pilkada juga direvisi. Dalam pileg, setelah penetapan caleg, mereka tetap bisa melakukan sosialisasi. Yang tidak dibolehkan hanya kampanye rapat umum di tempat terbuka. “Misalnya ada masa kampanye selama 14 hari untuk rapat umum. Di luar itu yang dibolehkan hanya pemasangan atribut dan kampanye tertutup,” katanya. Sementara di Pilgub, semuanya aktivitas kampanye dalam undang-undang hanya dibolehkan di masa kampanye. Yakni 2 Juni sampai dengan 15 Juni. “Di luar itu bisa berisiko pelanggaran. Lalu selama satu bulan lebih ini masuk tahapan apa,” katanya dengan nada bertanya. Tapi, Dosen Fakultas Hukum Unja ini menegaskan, bahwa KPUD dan Panwas juga tidak bisa disalahkan karena aturannya memang seperti itu. Dalam UU no 32 tahun 2004, disebutkan tahapan kampanye dilakukan selama 14 (empat belas) hari dan berakhir 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan. Dalam peraturan KPU no 69 tahun 2009, dijelaskan, kampanye adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pasangan calon dan atau tim kampanye/pelaksana kampanye/petugas kampanye untuk meyakinkan para pemilih dalam rangka mendapatkan dukungan sebesar-besarnya, dengan menawarkan visi, misi, dan program pasangan calon secara lisan atau tertulis kepada masyarakat. Menurut Anshorulloh, aturan ini banyak celahnya. Karena sifatnya harus akumulatif. Jika tidak ada dipenuhi salah satunya tidak bisa dianggap kampanye. Dia mencontohkan, jika atribut cagub tidak memuat seperti dalam defenisi kampanye juga tidak bisa dianggap kampanye. Cagub, kata dia, bisa protes jika atribut seperti itu diturunkan. “Karena atribut yang banyak beredar sekarangkan cuma ada gambar calon saja,” kata pria yang juga pernah menjadi ketua Panwas Provinsi Jambi. Kalaupun nanti atribut itu dianggap kampanye di luar jadwal, menurut dia, Panwas akan sulit membuktikannya jika ingin disesuaikan dengan defenisi kampanye dalam peraturan KPU dan UU nomor UU no 32 tahun 2005 tersebut. “ Karena hakim pasti bertanya soal defenisi kampanye. Terpenuhi tidak unsur-unsurnya,” katanya. Lalu, bisakah KPUD membuat peraturan baru untuk mempertegas batasan yang boleh dilakukan sebelum masa kampanye? Mantan Dekan FH Unja itu mengatakan harus ada limpahan tegas dalam undang-undang yang membolehkan lembaga tertentu untuk membuat ketentuan turunan baru. “Karena yang boleh membuat peraturan lebih lanjut hanya perpu, PP, permen, perda, gubernur. Selebihnya harus ada keterangan dari undang-undang tersebut. Seperti di UU No 32 dijelaskan, aturan lebih lanjut akan dijelaskan dalam peraturan KPU. Ini baru bisa,” katanya. Senada dengan Anshorullah, Pengamat Hukum dan Politik dari Unja lainnya, Tabrani M Soleh juga mengatakan aturan yang digunakan KPUD soal larangan kampanye lemah. “Sulit membuktikan kampanye di luar jadwal jika unsur-unsurnya tidak terpenuhi,” katanya saat dihubungi melalui telepon selulernya, kemarin. Namun Thabrani meyakini, KPUD dan panwas dapat menilai apakah yang dilakukan kandidat memenuhi unsur pelanggaran atau tidak. Jika mereka menganggap ada, maka masuk dalam pelanggaran. Jika administratif, maka diminta KPUD untuk memberikan teguran. Beda dengan pidana pemilu. Harus ada pembuktian di pengadilan. “Biasanya di sinilah harus bisa membuktikan apakah memenuhi semua unsur. Tidak hanya satu saja tapi semua defenisinya,” katanya. Ia juga mengatakan, setelah ditetapkan sebagai calon, mau tidak mau cagub harus mengikuti aturan main. Termasuk persoalan dilarang memasang atribut, berkampanye dalam bentuk apapun. Karena ini sudah ada aturannya. “Karena masa kampanye sudah diatur hanya di waktu 14 hari ini,” katanya. Pantauan Jambi Independent di lapangan, hingga kemarin (20/4), atribut cagub dan cawagub masih banyak terpasang hampir di jalan-jalan dalam Kota Jambi. Atribut tersebut, berupa baliho dan poster. Selain dipasang di depan rumah warga, baliho dan poster tersebut juga ditempel di pohon-pohon pelindung di pinggir jalan. Di Jalan Slamet Riyadi misalnya, terpampang baliho Hasan Basri Agus dan Fachrori (HBA-Fachrori) dalam ukuran besar di sebuah papan reklame, tepatnya di depan Kantor Lurah Murni. Baliho serupa juga terdapat di di depan Masjid Agung. Lokasi lain, seperti di kawasan Mayang, Sipin Ujung, Pasar, Simpang Rimbo, Kota Baru, Kasang, Thehok, Telanaipura, Talang Banjar juga masih terdapat beberapa baliho berukuran sedang dan kecil milik HBA-Fachrori, Zulfikar Achmad-Ami Taher (ZA-Ami) , Majid Mu’az-Abdullah Hich (MM-Hich) , dan Safrial-Agus Setyonegoro (SAS). Atribut MM-Hich dalam berbagai ukuran juga masih terlihat terpasang di beberapa ruas jalan protokol dalam Kota. Begitu juga dengan atribut pasangan cagub Safrial-Agus Setyonegoro, terutama di daerah Tugu Juang, Sipin, baliho berukuran besar ini dapat dilihat dengan jelas. Anggota KPUD Provinsi Jambi Azhar Mulia mengatakan, secara teknis , Sabtu (17/4) lalu mereka sudah menyurati tim kampanye pasangan cagub dan cawagub untuk menertibkan atribut-atribut kampanye. Kemudian Senin (19/4) lalu KPUD juga sudah melakukan koordinasi dengan panwas pemilu dan tim kampanye juga untuk menertibkan atribut. Menurut dia, sesuai komitmen bersama dengan tim kampanye cagub, mulai besok (hari ini, red) iklan di media cetak maupun elektronik juga tidak diperbolehkan lagi dipasang. Namun untuk society yang tidak menyampaikan visi dan misi serta tidak ada unsur ajakan untuk memilih cagub tersebut diperbolehkan. (masyarakat) Jika ada baliho-baliho cagub yang masih dipasang di jalan, namun tidak ada unsur menyampaikan visi dan misi serta tidak ada ajakan untuk memilih, apakah diperbolehkan? Azhar menegaskan, hakikatnya atribut itu calon gubernur yang memasang, jadi itu termasuk kampanye. Namun jika calon itu seorang bupati dan memasang foto-nya di kabupaten yang dipimpinnya, diperbolehkan. “Kalau konteksnya sebagai seorang bupati boleh, namun jika ada unsur menghimbau dan mengajak untuk memilih itu tidak boleh dipasang,” tegasnya. Kemudian jika masyarakat, ormas atau OKP (Organisasi Kemasyarakatan Pemuda) yang mengundang cagub dalam suatu acara, menurut Azhar, itu diperbolehkan. “Asal tidak ada pidato, sekedar hadir tidak apa-apa,” katanya. Azhar mengakui sejak di-deadline agar atribut cagub harus diturunkan, sampai sekarang masih ada cagub yang belum menurunkan atribut tersebut “Sebagian sudah ada yang menurunkan, sebagian belum,” katanya. Menurutnya, KPU juga sudah berkoordinasi dengan KPUD dan Panwas Kabupaten dan Kota serta tim sukses cagub di daerah untuk sama-sama menertibkan atribut. “Tapi untuk menertibkan itu perlu waktu, secara bertahap, mulai hari ini ditertibkan,” ujarnya. Selama 40 hari ke depan ini cagub tidak boleh bersosialisasi, apakah tidak terlalu singkat cagub hanya berkampanye tanggal 2 Juni – 15 Juni saja? Menurutnya, sebenarnya dalam undang-undang nomor 32 tidak ada tahapan sosialisasi bagi cagub. “Mereka hanya tinggal menunggu masa kampanye saja,” katanya. Nanti tanggal 1 Juni akan ada deklarasi kampanye untuk semua cagub. “KPU sebagai fasilitator penyelenggaranya, tempatnya belum ditentukan, bisa alternatiflah,” katanya. Kemudian tanggal 2 Juni, KPU cagub akan menyampaikan visi dan misi di rapat paripurna di DPRD Provinsi Jambi. KPU juga merencanakan debat cagub sebanyak 5 kali. “Tiga hari untuk cagub dan dua hari untuk cawagub,” cetusnya. Sementara itu Salahudin, Ketua Panwas Pemilu Provinsi Jambi mengatakan, kampanye cagub di-deadline tanggal 2 hingga tanggal 15 Juni, jika ada pasangan cagub yang melakukan kampanye diluar tanggal tersebut maka sudah terindikasi melakukan kampanye di luar jadwal. “Itu adalah pidana pemilu dan berimplikasi hukum,” katanya. Dia menegaskan KPU, Panwas dan tim pasangan cagub telah menyepakati tidak boleh memasang atribut seperti baliho di jalan dan kesepakatan itu harus dipatuhi. “Jika masih terpasang maka merupakan pelanggaran pemilu,” ujarnya. Panwas akan melihat hal itu, jika ada laporan mengenai cagub masih memasang atribut termasuk kampanye yang memuat visi dan misi maka Panwas akan mengkaji hal itu. “Laporan akan dikaji selama 14 hari, akan dilihat apakah ada unsur-unsur pelanggaran terpenuhi atau tidak. Jika terpenuhi maka Panwas akan menindaklanjutinya,” katanya. Menurutnya, sesuai Undang-Undang nomor 32 tahun 2004, siapapun yang sudah sah menjadi peserta pemilu harus mematuhi peraturan. “Jadi jika ada laporan dari siapapun terkait pelanggaran pemilu, maka Panwas akan menindak lanjutinya. Apa pun bentuk pelanggaran laporkan.” tandasnya. Bagaimana jika gambar cagub tersebut tidak memuat visi dan misi dan tidak ada unsur ajakan untuk memilih? Salahudin mengatakan, yang memasang baliho calon tersebut tim berarti ada aktivitas kampanye. “Tetap tidak boleh,” teganya. Ketika ditanya dalam UU nomor 32 2004 tidak dijelaskan hal tersebut ? Menurutnya, biarlah pengadilan nanti yang menjelaskan dan memutuskan. “Daripada ribut sekarang,” ujarnya. Menurut dia, dalam UU itu ada empat unsur yang termasuk dalam kategori kampanye. Yakni adanya tim, visi misi, jadwal, dan kampanye. Dia mengakui aturan tersebut tidak tegas, namun harus dipatuhi. Selain pelanggaran pidana, kata dia, juga ada pelanggaran administrasi, seperti pemasangan atribut pada tempat yang dilarang KPU pada masa kampanye. “Pemasangan atribut ditempat yang dilarang seperti jalan protokol, rumah ibadah dan lainnya itu termasuk pelanggaran administrasi,” terangnya. Terkait penertiban atribut ini Panwas juga telah berkoordinasi dengan KPU dan pemerintah seperti Satpol PP, Kesbangpol, Dishub, Dinas Tata Kota. ‘’Penertiban itu kewenangan KPU dan pemerintah, panwas hanya berkoordinasi. Itu sesuai denga peraturan KPU nomor 69 tahun 2009,” katanya. (*/dip/cr01)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar